Yaa Sayyidi
Serupa apa cintaku padamu?
Jika lungkrah tegap tumbangku berakhir keluh
Sedang dari berabad silam sudah tertuang deklarasi
Bahwa kau menjadi penggenggam bagi setiap hati
Yang merapal do’a–menyertakan namamu sebagai kekasih
Dan lagi
Serupa apa cintaku padamu?
Jika tutur kata, punpekertimu tak kuikuti
Sedang, sebelum wafatmu—kau mengucap lirih
Ummati, ummati, ummati
Kutenun malam
terpintal siang
Denganmu
Hanya untuk melecuti arah-resah kemurunganku
Aku gelap bertemu padam
Maka lilitlah aku dengan cahayamu
Aku jalang yang tenggelam kefanaan
Maka rengkuhlah tubuh lusuhku dengan syafaatmu
Serupa as-Syibli
Keningku pun ingin mendapat kecup darimu
—
Yaa khoiro kholqillah
Aksara serinduku ini tak layak untuk kau jamu
Aku tak serupa Imam Bushiri
Dalam meramu kata menjadi eufoni
Yang syairnya kaulengkapi dalam mimpi
Maka terbelahlah kesedihan ini
menyerupa bening yang luruh mencederai pipi
—
Wahai putra sayyid Abdullah,
Yang terlahir dari rahim ibunda Aminah
Yang menyesap ASI pada Tsuwaibah
Yang tumbuh bersama Halimah Sa’diyah
Terimalah racauan dari carutmarut nestapaku
Inginku lantang menyuarakan cinta
Menjadi muazin serupa Bilal
Atau serupa cinta Khadijah kepadamu,
Atau Abu Bakar, mungkin
Atau Umar, atau Usman
Atau bahkan Ali?
Namun
Remah tubuhku tergerus waktu
Pongah asa mencabik daging
Dengan amis darah bercampur nanah
Hampa abadi memeluk bumi
Saat gurat juang mengeriput telak
Merongrong kurus drastis
Lantaran sakit
—
Rungau mataku bertutur banyak
Malamku menipis
Rinduku tak tertepis
Getar seluruhku mengeja namamu
Dalam mahalul qiyam yang merambati urat nadi
Memekik ruang tanpa kurun waktu
Lalu,
serupa apa cintaku padamu?
Jika nafas, sebatas terengah-engah dalam teguk dahaga
Gontai tubuh dalam perayaan musim di kota rusuh
Resah menjadikanku rentan gila
—
Rupanya,
Aku tak seperti ia, pun mereka
Aku tak seperti sesiapa, kasih
yang rindunya mampu menyincangi petala langit
Semoga engkau cukup berkenan
Kuhadiahkan sepasang kata–selawat serta salam
Biar aku mutlak hilang digantikan kelam dan kengerian
Sembari merenungi peruntungan.
Oleh: Dianti Aula Haifa Hanna
Add Comment